Alex Skolnick, Sang Survivor

Alex Skolnick
Ada cerita menarik di balik sosok Alex Skolnick yang begitu garang di panggung Testament. Sejak kecil, Alex ternyata begitu sangat tertutup, introvert. Ia senang menyendiri dan bermain sendiri. Ia tampak tampil sebagai anak yang selalu minder, tidak percaya diri. Teman-teman dan bahkan orang tuanya seringkali memahami sikap Alex ini sebagai sikap yang aneh. Di sekolah  ia menjadi obyek olok-olokan dan bulan-bulanan teman-temannya. Alex kecil merasa tidak memiliki teman. Hal ini pun membuat nilai-nilainya di sekolah berantakan. Celakanya, di rumah pun, ia kerap menjadi sasaran kemarahan kedua orangtuanya yang selalu menuntut Alex agar berhasil secara akademis. Pasalnya, kedua orangtua Alex adalah kaum terpelajar, lulusan sebuah universitas yang sangat elit, Yale University. 

Akan tetapi, penderitaan Alex kecil tidak terlalu lama berlangsung. Di usianya ke-9, secara tidak sengaja ia mendengarkan sebuah lagu milik Band KISS yang digawangi oleh Gene Simmons, Paul Stanley, Ace Frehley, dan Peter Criss. KISS datang dan membawanya masuk ke dalam suasana fantastik, suasana yang tidak pernah ia pikirkan selama ini. Apalagi pada masa itu KISS tidak hanya menawarkan lagu, melainkan juga atraksi panggung yang  luar biasa seperti semburan api, gitar yang terbakar, drum yang berputar, atau pesta roket yang luar biasa di atas panggung. Rupanya dengan begitu tajam, KISS telah menorehkan pencerahan kepada anak asli Berkeley California ini. Alex sangat menikmati dan bahkan mencintainya. Maka tak heran, seperti anak-anak Amerika yang dibesarkan pada tahun 1980-an, KISS pun ia anggap sebagai superhero. Di usia yang sangat muda, Alex pun memutuskan untuk memelajari gitar. Ia ingin menjadi seorang rockstar!

Alex ternyata begitu tekun. Hari-harinya ia habiskan untuk mempelajari gitar yang ia beli sendiri dari celengannya. Gitar pun telah menjadi sahabat satu-satunya yang dapat menghiburnya. Dan mulailah mereka bertualang menjelajahi musik rock! Hampir semua rekaman band rock populer pada saat itu ia dengarkan. Setiap solo yang digelontorkan oleh para maestro seperti Jimi Hendrix, Rhandy Rhoads, Eddie Van Halen, sampai Yngwie Malmsteen, ia kulik habis-habisan.  Setiap menit, setiap jam, ia dedikasikan demi mimpinya untuk menjadi seperti para superheronya. Kendati begitu, ia belum juga puas dengan hasil belajar otodidak. Di usia 14 tahun, dia nekat belajar gitar pada seorang gitaris yang begitu unik dan kondang di Berkeley, Joe Satriani. Selama dua tahun berguru kepada Satriani, ia memeroleh kemajuan yang sangat pesat. Alex pun semakin percaya diri.
  
Ketika ia duduk di bangku SMA, pada usia 16 tahun, Alex memutuskan untuk bergabung dengan sebuah band yang bernama Legacy. Ini adalah sebuah keputusan sosial terbesar yang pernah ia buat sebagai seorang remaja yang sangat introvert. Dalam perkembangannya, band ini kemudian berubah nama menjadi Testament. Band ini begitu cepat meroket sebagai band pengusung trash metal. Dan tentu saja, tak dapat dipungkiri, kesuksesan itu juga berasal dari talenta besar yang dimiliki Alex. Solo gitar yang dimainkannya menjadi roh bagi lagu-lagu Testament yang cepat dan kencang. Suaranya begitu terdengar jernih dengan balutan delay dan distorsi yang kental. Di tengah gemuruh drum yang bertalu-talu, ia masih bisa menyisipkan nada-nada blues dan jazz yang begitu classy. Sekali waktu, nada-nada yang dijentikkan bisa begitu sentimentil dan berjiwa, tetapi tiba-tiba nada-nada itu bisa terdengar bak berondongan mitraliur yang sangat cepat.

Sebagai musisi, Alex termasuk gitaris yang eksploratif. Ia tidak hanya piawai dalam genre musik rock, metal, blues, melainkan juga dalam genre music seperti klasik, jazz, funk, dan bahkan lagu-lagu Christmas Caroll. Banyak band rock seperti Savatage, Trans Siberian Orchestra, atau Ozzy Osborne pernah merasakan sayatan dan lengkingan gitarnya. Dan, menurut saya, Alex selalu jujur dalam menampilkan sound yang khas. Ia tidak terjebak dalam keinginan untuk menjadi lebih populer di balik nama besar sebuah band atau penyanyi. Ia sangat orisinal!  

Sampai saat ini, Alex terus berkelana dengan gitarnya. Ia memberikan kursus, seminar, bermain band dengan sejumlah orang muda, melakukan eksplorasi, menulis buku, dan tetap bermain dengan para sahabatnya di Testament. Meski kehidupan akademik ia tampik, pelbagai aktivitas yang ia jalani itu justru membuatnya terlihat sebagai seorang guru yang mau terus berbagi. Buku kisah kehidupannya yang berjudul Geek to Guitar Hero (2012) yang  baru saja dirilis akhir tahun 2012, setidaknya mengungkap hal itu.

Dari biografi singkat ini, saya melihat bahwa kehidupan Alex cocok sekali dengan pesan yang pernah ditampilkan band KISS  dalam lagu mereka yang berjudul “God Give Rock’n’Roll to You.”  Betapa adilnya Tuhan! Ketika masyarakat dan keluarga bersikap diskriminatif, rock’n’roll ternyata mampu bersikap lebih manusiawi. Musik ini dapat membantu seorang anak yang tersisih dan terabaikan untuk bertahan hidup, untuk menjadi seorang gitaris wahid yang telah membangun semangat banyak orang melalui musik yang dibawakannya.

Maka, pesan bagi kita sangat jelas. Dukunglah anak Anda! Jangan pernah sepelekan bakatnya! Arahkan minatnya kepada pilihan-pilihan pribadinya secara bertanggung jawab! Dan jangan lupa bahwa kesuksesan orang diukur bukan karena ia bisa menjawab keinginan orang lain, tetapi karena ia berani menampilkan dirinya secara orisinal!   

Alex, mainkan gitarmu, sekali lagi!

Sumber gambar: http://allaxess.com/news/esp-announce-two-alex-skolnick-signature-ltd-esp-models/

     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gary Moore dan Sebuah Ruang yang Kosong

Slash, Sang Sweet Child

Yngwie Malmsteen, Faster than the Speed of Light!