Jerry Cantrell : Rock dan Kritik Sosial

Jerry Cantrell
Nama Jerry Cantrell mencuat ketika musik grunge mulai menyedot perhatian para generasi MTV di akhir tahun 1980-an. Bersama dengan Alice in Chains, gitaris asal Tacoma Washington ini menampilkan sebuah musik rock dengan ambience yang muram dan lirik yang berani, sarkastis, dan politis. Pendekatan alternatif yang dilakukan Jerry Cantrell dan Alice in Chains menjadi salah satu inspirasi yang paling berpengaruh bagi beberapa band dari Seattle yang mengusung grunge. Musik-musik yang mereka ciptakan berasal dari refleksi pengalaman mereka sehari-hari terhadap lingkungan, keluarga, negara, agama, dan lain sebagainya.

Sejak kecil, Jerry sudah menunjukkan ketertarikannya pada seni. Meski kedua orangtuanya bercerai, ketika ia berusia 7 tahun, sang ibu terus mendorong agar Jerry dapat mengembangkan bakat seninya itu. Ketika masih menjadi siswa di sekolah menengah, Jerry pernah menjadi anggota paduan suara dan bahkan tercatat sebagai presiden kelompok paduan suara di sekolah Spanaway, Washington. Ia juga aktif bergabung dalam kelompok drama sekolah. Kedua kegiatan seni ini dijalaninya dengan senang hati, apalagi guru-guru di dalam kedua bidang itu sangat mendukungnya. Baru pada usia 17 tahun, Jerry mulai  serius untuk menekuni gitar. Ia mulai bermimpi untuk menjadi seorang rockstar seperti Jimi Hendrix dan pemusik besar seperti Elton John.

Kelihaian Jerry bermain gitar memudahkannya untuk membentuk beberapa band. Pada pertengahan tahun 1980-an, tatkala musik rock sedang menikmati bulan madu, Jerry membentuk sebuah band glam rock, Diamond Lie. Publik menyambut energi baru dalam musik rock ini dengan antusias. Namun, tidak lama setelah itu, era band  glam rock mulai mengalami masa kritis. Musik ini sedikit demi sedikit mulai berkurang dalam tayangan MTV. Kendati begitu, kondisi ini tidak disikapi Jerry dengan pesimis. Kondisi ini justru menjadi jalan bagaimana idealisme Jerry dan teman-temannya untuk membentuk band rock yang mampu berbicara kritis tentang kehidupan, terbuka lebar. Diamond Lie pun berubah menjadi Alice in Chains yang mengusung grunge.

Menurut saya, Jerry,  sebagai seorang pemusik dan penulis lagu, memiliki kepekaan sosial yang patut dicontoh. Sejak awal, hampir semua lagu yang dibawakan oleh Alice in Chains berbicara tentang masyarakat Amerika yang frustasi dan tragis karena modernisasi. Dalam sebuah lagunya yang berjudul Rooster dalam album Dirt, gitaris yang kerap digelari sebagai The Chungemaster ini tidak hanya menampilkan komposisi lagu yang elegan, melainkan juga makna kemanusiaan yang dalam. Lagu yang diciptakan oleh Jerry itu sebenarnya berbicara tentang kehidupan ayahnya, seorang veteran perang Vietnam.

Dalam lagu itu, dikisahkan bahwa perang - dalam hal ini Perang Vietnam - telah membuat hidup seorang ayah yang baik hati kacau. Meski mendapat penghargaan dari pemerintah, secara psikologis ia justru mengalami trauma yang begitu berat. Kelembutan dan kebaikannya tiba-tiba menghilang. Akibatnya, hubungannya dengan anak dan istrinya pun berantakan. Ia menjadi pecandu alkohol yang begitu berat. Ia tidak lagi memedulikan anak dan istrinya. Sebagai puncaknya, perceraian pun terjadi sehingga melukai hati anaknya. Meski sang ayah meninggalkan keluarga, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sang anak tetap mengharapkan kehadiran dan cinta kasih sang ayah.

Dalam blantika music rock, tema-tema yang diusung Alice in Chains memang pernah muncul pada tahun 1970-an tatkala sekelompok orang muda yang menamakan dirinya flower generation melancarkan protes keras terhadap kebijakan pemerintah Amerika untuk mengirimkan pemuda-pemudinya berperang ke hutan-hutan Vietnam yang asing. Namun, seturut perkembangan, tema-tema ini menghilang dan digantikan dengan tema-tema seputar pergaulan bebas, kehidupan malam, seks bebas, narkotika, dan kekerasan yang kerap tampak dalam sejumlah lagu yang ditampilkan grup glam rock. Alice in Chains, tak pelak, menampilkan sebuah pendekatan yang baru terhadap musik rock.

Saya melihat bahwa Jerry sedang membangun musik rock dengan visi yang lebih baru dan segar. Kebangkrutan glam rock di blantika musik rock Amerika memang memberikan jalan bagi grunge dan music rock alternatif lainnya untuk berbicara mengenai kehidupan secara nyata. Meski begitu, kita mengetahui bahwa baik grunge maupun rock alternatif tidak dapat hidup lama di bumi Paman Sam itu. Amerika adalah sebuah roda-roda industri yang terus berputar, yang terus bergerak tanpa meninggalkan jejak apapun, kecuali apa yang dapat dipasarkan dan dijual. Saya menebak, Jerry paham dengan hal ini.  Sampai hari ini ia masih tampil dalam kesederhanaan a la grunge. Dengan gitar G&L yang dibelinya pada tahun 1985, Jerry tetap bermusik sampai hari ini bersama Alice in Chains. Tidak ada hentinya, Jerry menjadikan musik sebagai medium kesadaran bagi banyak orang agar menyadari kemanusiaannya dengan lebih baik. Bukan dari hal atau peristiwa besar, tapi dari pengalaman sehari-hari yang pernah kita lewati, kita pahami.                   

Jerry, terima kasih banyak!

Sumber gambar: http://www.guitarworld.com/jerry-cantrell-tells-how-alice-chains-buried-their-past-devil-put-dinosaurs-here

******* 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gary Moore dan Sebuah Ruang yang Kosong

Slash, Sang Sweet Child

Yngwie Malmsteen, Faster than the Speed of Light!